![]() |
| Ibu Mintuo saat menunggu pelanggan sarapan pagi di Bangkinang (Foto: Adi Jondri) |
BANGKINANG (TERAS KAMPAR) — Saat sebagian besar anak muda masih terlelap, Yogi sudah memulai harinya jauh sebelum matahari terbit. Setiap subuh, pemuda lajang itu mendampingi ibunya, Mintuo, menyiapkan dagangan sarapan pagi di Jalan DI Panjaitan, Bangkinang. Lapak sederhana itu dikenal warga dengan nama Sarapan Pagi Pondok Uni Eti.
Yogi terlibat sejak awal aktivitas. Ia membantu menanak nasi, menata meja dagangan, hingga melayani pembeli yang datang silih berganti. Rutinitas tersebut dijalani hampir setiap hari, meski harus mengorbankan waktu istirahatnya.
“Saya hanya tidak ingin ibu bekerja sendirian,” kata Yogi singkat, sambil tetap melayani pembeli.
Bagi Yogi, membantu ibunya bukan semata kewajiban, melainkan bentuk tanggung jawab dan bakti. Ia memahami betul bahwa usaha sarapan pagi itu menjadi tumpuan penghidupan keluarga. Penghasilan yang tidak selalu pasti tak menyurutkan niatnya untuk terus mendampingi.
Mintuo mengaku kehadiran putranya memberi kekuatan tersendiri. Di usia yang tak lagi muda, bantuan Yogi membuat beban kerja terasa lebih ringan. “Kalau ada Yogi, capeknya berkurang,” ujarnya.
Kebersamaan ibu dan anak itu juga meninggalkan kesan bagi warga sekitar. Yogi dikenal sebagai sosok yang ramah dan bertanggung jawab.
Tidak sedikit pelanggan yang datang bukan hanya untuk membeli sarapan, tetapi juga karena tersentuh melihat kerja sama sederhana namun hangat antara keduanya.
Di tengah tantangan ekonomi yang dihadapi banyak keluarga, kisah Yogi menjadi potret tentang nilai-nilai yang kerap luput disorot: kesetiaan, tanggung jawab, dan kasih sayang seorang anak kepada orang tuanya.
Yogi terlibat sejak awal aktivitas. Ia membantu menanak nasi, menata meja dagangan, hingga melayani pembeli yang datang silih berganti. Rutinitas tersebut dijalani hampir setiap hari, meski harus mengorbankan waktu istirahatnya.
“Saya hanya tidak ingin ibu bekerja sendirian,” kata Yogi singkat, sambil tetap melayani pembeli.
Bagi Yogi, membantu ibunya bukan semata kewajiban, melainkan bentuk tanggung jawab dan bakti. Ia memahami betul bahwa usaha sarapan pagi itu menjadi tumpuan penghidupan keluarga. Penghasilan yang tidak selalu pasti tak menyurutkan niatnya untuk terus mendampingi.
Mintuo mengaku kehadiran putranya memberi kekuatan tersendiri. Di usia yang tak lagi muda, bantuan Yogi membuat beban kerja terasa lebih ringan. “Kalau ada Yogi, capeknya berkurang,” ujarnya.
Kebersamaan ibu dan anak itu juga meninggalkan kesan bagi warga sekitar. Yogi dikenal sebagai sosok yang ramah dan bertanggung jawab.
Tidak sedikit pelanggan yang datang bukan hanya untuk membeli sarapan, tetapi juga karena tersentuh melihat kerja sama sederhana namun hangat antara keduanya.
Di tengah tantangan ekonomi yang dihadapi banyak keluarga, kisah Yogi menjadi potret tentang nilai-nilai yang kerap luput disorot: kesetiaan, tanggung jawab, dan kasih sayang seorang anak kepada orang tuanya.
Tanpa banyak kata, Yogi menjalani perannya dengan tenang—menjadi penguat bagi perjuangan seorang ibu di pagi hari. (Adi Jondri)


