Iklan

iklan

Separuh Jiwaku Pergi: Antara Cinta dan Data Kemiskinan

Redaksi
Jumat, 15 Agustus 2025 | 09:13 WIB Last Updated 2025-08-15T02:13:18Z

 


"Benar aku mencintaimu, tetapi tidak begini. Kau khianati hati ini, kau curangi aku."

Lirik lagu yang populer di awal 2000-an ini, yang diciptakan dan dinyanyikan oleh musisi Anang, tanpa sengaja, terasa relevan untuk menggambarkan relasi rakyat dengan negara ketika bicara soal kemiskinan.

Badan Pusat Statistik (BPS) menyebut angka kemiskinan nasional tahun 2025  tidak sampai 10 persen dari total penduduk indonesia.

Sebuah capaian yang, di atas kertas, menunjukkan tren perbaikan. Namun, Bank Dunia memotret realitas berbeda. Menggunakan garis kemiskinan internasional, proporsi penduduk miskin Indonesia ternyata jauh lebih besar. 

Totalnya sekitar 60 persen atau 172 juta orang dari total penduduk Indonesia 285 juta jiwa. Perbedaan data ini bukan sekadar selisih angka.

Ia menyentuh sesuatu yang lebih dalam: rasa percaya. Rakyat ingin mencintai negaranya sepenuh hati. Tetapi bagaimana mungkin cinta itu utuh jika kenyataan yang mereka alami di meja makan tak sejalan dengan angka di layar televisi?

Kemerdekaan sejatinya adalah kebebasan dari segala bentuk penjajahan. Bukan hanya penjajahan fisik, tetapi juga “penjajahan data” — ketika statistik menjadi alat pencitraan, bukan cermin kenyataan. Dalam kondisi seperti ini, rakyat berhak bertanya: siapa yang sebenarnya diuntungkan dari optimisme semu ini?

Cinta rakyat kepada negeri ini masih ada. Namun, seperti lirik lagu tadi, separuh jiwa itu bisa pergi ketika janji kemerdekaan terus diingkari. 

Membangun kepercayaan membutuhkan kejujuran. Kejujuran dalam data adalah fondasi bagi kebijakan yang tepat sasaran. Dan tanpa itu, semua perayaan kemerdekaan hanyalah ritual tahunan tanpa makna sejati.***


iklan
Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Separuh Jiwaku Pergi: Antara Cinta dan Data Kemiskinan

Trending Now

Iklan

iklan